Tuesday 30 April 2013

Negara Persemakmuran Inggris

Persemakmuran atau Negara-Negara Persemakmuran (bahasa Inggris: Commonwealth of Nations) merupakan suatu persatuan secara sukarela yang melibatkan negara-negara berdaulat yang didirikan atau pernah dijajah oleh pihak Britania Raya (atau sering disebut sebagai Inggris).
Tidak semua anggota mengakui Ratu Inggris, Elizabeth II, sebagai kepala negara.

Negara-negara yang mengambilnya sebagai kepala negara dikenal sebagai Kerajaan Persemakmuran atau "Commonwealth Realm". Bagaimanapun juga, kebanyakan anggotanya adalah republik, dan sebagian yang lain mempunyai monarki tersendiri. Namun demikian, semua anggotanya menganggap Ratu Elizabeth II sebagai Ketua Persemakmuran.

Sejarah
Persemakmuran adalah lanjutan dari Kerajaan Britania Raya (dikenal dengan Kerajaan Inggris) dan lahir dari hasil Konferensi Kerajaan pada akhir tahun 1920-an. Setelah negara-negara yang dijajah oleh Kerajaan Inggris mencapai kemerdekaan, kemudian didirikanlah Persemakmuran ini dengan tujuan guna menyatukan negara-negara bekas jajahan Kerajaan Inggris.

Apa pandangan warga Persemakmuran tentang ratu? :
Seorang akademisi di Australia berpendapat negara itu lebih baik memiliki kepala negara tersendiri dan bukan Ratu Elizabeth, sementara di Malaysia, seorang pengamat mengatakan ikatan kedua negara terletak pada tradisi kerajaan.

Negara Persemakmuran yang didirikan tahun 1949, terdiri dari 54 negara anggota, termasuk 52 bekas koloni Kerajaan Inggris. Negara-negara persemakmuran di Asia seperti India, Pakistan, Malaysia, Singapura, Brunei, Bangladesh, Maladewa, dan Srilangka.
Sekitar dua miliar penduduk tinggal di negara-negara Persemakmuran yang digambarkan Ratu Elizabeth II dalam perayaan tahunan Hari Persemakmuran Maret lalu sebagai negara-negara yang "makmur dalam keragaman."

Ratu juga mengatakan organisasi ini memberikan "pengertian besar" atas perbedaan budaya.

Saat merayakan ulang tahun yang ke-21, Ratu Elizabeth II berjanji mengabdikan hidupnya untuk memberikan jasa kepada Persemakmuran .

Inilah pandangan beberapa warga sejumlah negara anggota Persemakmuran .

Menginginkan Australia memiliki kepala negara sendiri
Gregory Fealy, profesor bidang ilmu politik Indonesia, di Australian National University, Canberra, mengatakan Ratu Elizabeth memiliki pengaruh positif di salah satu negara anggota Persemakmuran itu, namun ia tetap berpandangan, Australia lebih baik memiliki kepala negara sendiri. Inilah penuturannya kepada BBC Indonesia:

"Saya sendiri mungkin salah satu kasus yang menarik, karena saya sejak lama mendukung gerakan republik. Jadi saya mendukung usaha untuk mengganti kerajaan Inggris dengan sistem presidensial. Namun walaupun begitu, saya menganggap baik, pretasi Ratu Elizabeth.

Saya kira, banyak warga Australia yang punya sikap yang hampir sama. Dalam 10-15 tahun terakhir sikap mereka sangat positif. Mereka menghargai usaha dan prestasinya sebagai kepala Persemakmuran .

Namun saya tetap menganggap sebaiknya orang Australia memilih kepala negara sendiri daripada mengambil ratu Inggris sebagai kepala negara Australia.

Melihat dari jauh
Ada unsur sejarah di sini karena tahun 1975, gubernur jenderal yang diangkat oleh Ratu Elizabeth, memecat pemerintah yang dipilih secara demokrasi oleh rakyat Australia. Dua puluh sampai 30 tahun setelah itu, masih ada ingatan yang agak pahit, dan mereka menganggap itu kurang demokratis kalau masih ada kerajaan di sini, dan mereka merasa lebih baik kalau mereka bisa memilih kepala negara sendiri.

Tetapi dalam 10-15 tahun terakahir, ada kesadaran bahwa kepribadian Ratu Elizabeth punya banyak hal yang dapat dipuji dan dia juga bisa diterima oleh hampir semua kalangan di Australia. Jadi kadang-kadang juga ada manfaat kalau Ratu Elizabeth tetap ada sebagai kepala negara Australia.

Saya masih ingat ketika saya siswa di SD, Ratu Inggris mengunjungi Australia tahun 1960-an.

Saya masih ingat menunggu berdiri di pinggir jalan, dan pawai ratu Inggris lewat dan dia melambai kepada para siswa.

Kemudian 10 tahun lalu ratu datang ke Canberra dan saya ajak anak saya ke gereja dekat rumah, dan kami bisa cukup dekat dia. Ratu tidak bicara langsung kepada saya, namun ada beberapa teman yang dekat dia dan dia ngomong sedikit dan mereka sangat senang.

Kesan saya waktu itu, sebagian besar warga Australia sangat antusias menyambut Ratu Elizabeth selama kunjungannya."

Kaitan dengan kerajaan dengan Malaysia
Ahmad Nizamuddin Sulaiman, dari Pusat Kajian Etnik di Malaysia, Universitas Kebangsaan, di Kuala Lumpur, melihat kaitan antara kedua negara ini hanya terbatas pada tradisi kerajaan dan sistem parlementer di pemerintahan. Berikut penuturannya:

"Hubungan antara Malaysia dan Inggris, punya tradisi yang kuat. Malaysia di bawah jajahan (Inggris) begitu lama dan begitu banyak hal termasuk sistem politik, dan budaya yang ditanamkan oleh penjajah dahulu dan masih diamalkan (diterapkan) di negara ini.

Jadi hubungan tradisi ini masih kuat, dan orang Malaysia sering sekali berkunjung ke Inggris, termasuk untuk sekolah. Dari segi itu, hubungan kedua negara memang baik.

Hanya dalam diplomasi, semasa (Perdana Menteri) Mahathir Mohammad, sampai baru-baru ini, hubungan agak renggang sedikit karena perkembangan ekonomi dan politik. Namun baru-baru Perdana Menteri David Cameron datang berkunjung dan mengatakan Malaysia dan Inggris patut meneruskan hubungan yang baik, dan saya lihat Perdana Menteri (Najib Razak) juga menyambut seruan itu.

Namun saya bisa katakan, hubungan antara kedua negara tidak begitu rapat seperti halnya Inggris dengan Australia, Selandia Baru dan Kanada.

Tapi yang istiwewa, Malaysia atau mungkin juga Brunei punya sistem monarki konstitusional yang dikembangkan pada masa penjajahan dahulu.

Keluarga kerajaan Malaysia meneruskan tradisi Inggris, hanya struktur yang berbeda. Hubungan inilah yang mengikat antara dua negara ini."

Gambar:
Biru: Anggota Negara-Negara Persemakmuran (Kepulauan Falkland belum ditunjukkan saat dicalonkan.)
Hijau: Dibekukan keanggotaannya dari Negara-Negara Persemakmuran (Fiji)
Orange: Mantan anggota Negara-Negara Persemakmuran (Irlandia and




No comments:

Post a Comment