Monday, 29 April 2013

Mustafa Kemal Pasha : Seorang Perusak ISLAM

Ilmu sejarah resmi yang kita pelajari di sekolah-sekolah memang sangat subyektif dan sangat didominasi oleh pandangan sekuler-Barat, yang banyak diantaranya Islamophobia. 


Nah, Mustafa Kemal memang seorang Yahudi dari sebuah kota di Turki bernama Tesalonika (Yahudi Dumamah). Mustafa merupakan seorang agen atau kaki tangan Yahudi Internasional yang disusupkan ke dalam militer Turki sehingga dia menjadi seorang jenderal untuk menghancurkan kekhalifahan Islam Turki Utsmaniyah yang menolak menyerahkan Al-Quds kepada Zionis-Yahudi. Lewat konspirasi Yahui Internasional inilah, Kekhalifahan Turki Utsmaniyah akhirnya hancur pada tanggal 3 Maret 1924, hanya 27 tahun setelah Kongres Zionis Internasional pertama.

Mustafa Kemal naik menjadi penguasa dan menghancurkan seluruh kehidupan beragama di Turki dan menggantinya dengan paham sekuler. Mustafa Kamal Ataturk merupakan seorang Mason dari Lodge Nidana. Selama berkuasa, Mustafa Kamal memperlihatkan watak seorang Yahudi asli yang sangat membenci agama.

Pernah suatu hari saat berkuasa, setelah melarang adzan menggunakan bahasa Arab dan hanya diperbolehkan berbahasa Turki, Mustafa Kamal melewati suatu masjid yang masih mempergunakan adzan dengan bahasa Arab, seketika itu juga dirinya merobohkan masjid itu. Cerita yang lain mengatakan, ketika Mustafa mewajibkan setiap orang Turki memakai topi Barat yang kala itu di Turki lazim dianggap sebagai simbol kekafiran, maka barangsiapa yang tidak mau menuruti perintahnya memakai topi, orang itu akan dihukum gantung. Hasilnya, banyak lelaki Turki yang digantung di tiang-tiang gantungan yang sengaja dibuat di lapangan-lapangan kantor pemerintahannya.

Deislamisasi dan juga terhadap agama lainnya di Turki selama kekuasaan Mustafa Kamal ini benar-benar keterlaluan. Barangsiapa yang ingin mengetahui lebih jauh tentang kejahatan-kejahatan orang yang oleh Barat disebut sebagai ‘Bapak Turki Modern’ ini, ada dua buku karya Dr. Abdullah ‘Azzam yang saya rekomendasikan yakni ‘Al Manaratul Mafqudah’ (Majalah al Jihad, Pakistan, 1987) dan ‘Hidmul Khilafah wa bina-uha’ (Markaz Asy-Syahid Azzam Al-I’laamii, Pakistan). 

Di dalam buku pertama yang sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, Abdullah ‘Azam memaparkan kejadian sakitnya Mustafa Kamal menjelang sakaratul mautnya yang sungguh-sungguh mengerikan. Abdullah ‘Azzam menulis, “…Mustafa Kamal terserang penyakit dalam (sirrosis hepatitis) disebabkan alkohol yang terkandung dalam khamr. Cairan berkumpul di perutnya secara kronis. Ingatannya melemah, darah mulai mengalir dari hidungnya tanpa henti. Dia juga terserang penyakit kelamin (GO), akibat amat sering berbuat maksiat. Untuk mengeluarkan cairan yang berkumpul pada bagian dalam perutnya (Ascites), dokter mencoblos perutnya dengan jarum. Perutnya membusung dan kedua kakinya bengkak. Mukanya mengecil. Darahnya berkurang sehingga Mustafa pucat seputih tulang.”

Selama sakit Mustafa berteriak-teriak sedemikian keras sehingga teriakannya menerobos sampai ke teras istana yang ditempatinya. Tubuhnya tinggal tulang berbalut kulit. Beratnya hanya 48 kilogram. Giginya banyak yang tanggal hingga mulutnya hampir bertemu dengan kedua alis matanya. Badannya menderita demam yang sangat sehingga ia tidak bisa tidur. Tubuhnya juga mengeluarkan bau bagaikan bau bangkai. Walau demikian, Mustafa masih saja berwasiat, jika dia meninggal maka jenazahnya tidak perlu dishalati.

“Pada hari Kamis, 10 November 1938 jam sembilan lebih lima menit pagi, pergilah Mustafa Kamal dari alam dunia dalam keadaan dilaknat di langit dan di bumi…,” tulis Abdullah ‘Azzam. Naudzubilahi min dzalik!

Majalah Al Mujtama’ Kuwait pada tanggal 25 Desember 1978 edisi 425-426 memuat sebuah dokumen rahasia tentang peranan dan konspirasi kaum Yahudi di dalam menumbangkan kekhalifahan Turki Utsmaniyyah. Dokumen ini berasal dari sebuah surat yang ditulis Dutabesar Inggris di Konstantinopel, Sir Gebrar Lother, kepada Menteri Luar Negeri Inggris Sir C Harving pada tanggal 29 Mei 1910. Dalam dokumen tersebut dipaparkan secara rinci bagaimana kaum Freemason melakukan penyusupan ke berbagai sektor vital pemerintahan Turki untuk mengakhiri kekuasaan Sultan Abdul Hamid II dan mengangkat Mustafa Kamal Ataturk, untuk menghapuskan kekhalifahan Islam di Turki. Bahkan kaum Mason Turki ini berhasil masuk dalam lingkaran pertama Sultan Abdul Hamid II sehingga banyak kebijakan-kebijakannya yang disabot atau disalahgunakan.

Mungkin demikian dulu paparan soal Mustafa Kamal ini yang oleh sejarah resmi disebut sebagai “Bapak Turki” (Attaturk), padahal seharusnya dia disebut sebagai “Penghancur Turki Usmani”. 





Kemalisme: Suatu Revolusi Budaya dan Negara (1923-1950)

Politik Kemalis ingin memutuskan hubungan Turki dengan sejarahnya yang lalu supaya Turki dapat masuk dalam peradaban Barat. Oleh karena itulah penghapusan kekhalifahan merupakan agenda pertama yang dilaksanakan. Pada tanggal 1 November 1922 Dewan Agung Nasional pimpinan Mustafa Kemal menghapuskan kekhalifahan. Selanjutnya pada tanggal 13 Oktober 1923 memindahkan pusat pemerintahan dari Istanbul ke Ankara. Akhirnya Dewan Nasional Agung pada tanggal 29 Oktober 1923 memproklamasikan terbentuknya negara Republik Turki dan mengangkat Mustafa Kemal sebagai Presiden Republik Turki.

Setelah meniadakan kekhalifahan, politik Kemalisme menghapuskan lembaga-lembaga syariah, meskipun sebenarnya peranan lembaga ini sudah sangat dibatasi oleh para pembaru Kerajaan Usmani. Bagi Kemalis, syariat adalah benteng terakhir yang masih tersisa dari sistem keagamaan tradisional. Lebih lanjut lagi Kemalis menutup sekolah-sekolah madrasah yang sudah ada sejak tahun 1300-an sebagai suatu lembaga pendidikan Islam.

Reformasi agama adalah salah satu contoh tindakan ekstrim dari rezim Kemalis setelah penghapusan khalifah. Reformasi ini bertujuan untuk memisahkan agama dari kehidupan politik negara dan mengakhiri kekuatan tokoh-tokoh agama dalam masalah politik, sosial dan kebudayaan. Selain itu Mustafa Kemal juga mengajukan pemikiran tentang nasionalisme agama. Menurutnya agama merupakan suatu lembaga sosial dan karena itu harus disesuaikan dengan sosial dan budaya masyarakat Turki.

Suatu komite dibentuk di Fakultas Teologi di Universitas Istanbul untuk memodernisasikan Islam. Komite ini menyebarkan keinginan Mustafa kemal untuk mengganti bentuk dan suasana mesjid seperti bentuk dan suasana gereja di negara-negara Barat, dengan menekankan pada: pentingnya mesjid yang bersih, dengan bangku-bangku dan ruang tempat menyimpan mantel; mewajibkan jamaah masuk dengan sepatu yang bersih; menggantikan bahasa Arab dengan bahasa Turki; menyediakan alat-alat musik ditempat shalat untuk memperindah bentuk shalat, dan mengubah teks-teks khutbah yang telah ada dengan khutbah yang berisi pemikiran agama berdasarkan filsafat Barat. Pada tahun 1932 pemerintah mengeluarkan kebijakan mengganti pengucapan azan ke dalam bahasa Turki, yang amat ditentang oleh mayoritas masyarakat Muslim Turki.

Reformasi agama, yang bentuknya upaya Turkifikasi Islam atau nasionalisasi Islam ini merupakan bentuk campur tangan pemerintah Kemalis dalam kehidupan beragama di masyarakat Turki. Sekularisme yang sejatinya memisahkan hubungan agama dengan pemerintahan, di mana negara menjamin kebebasan beribadah, bagi warga negara, pada pelaksanaannya dijalankan dengan semangat nasionalisme yang radikal dan dipaksakan oleh Kemalis. Namun penerapan nasionalisasi agama ini hanya bertahan hingga akhir pemerintahan Kemalis (Partai Rakyat Republik). Sejak tahun 1950, azan kembali diucapkan dalam bahasa Arab. Mesjid-mesjid di Turki pun hingga saat ini tetap menunjukkan bentuk-bentuk yang umum sebagaimana mesjid di negara-negara lainnya.

Peradaban menurut Mustafa Kemal, berarti peradaban Barat. Tema utama dari pandangannya tentang pem-Barat-an adalah bahwa Turki harus menjadi bangsa Barat dalam segala tingkah laku. Untuk itu Pemerintah Kemalis mengeluarkan kebijakan larangan menggunakan pakaian-pakaian yang dianggap pakaian agama di tempat-tempat umum dan menganjurkan masyarakat Turki menggunakan pakaian sebagaimana orang-orang Barat berpakaian (berjas dan bertopi). Peraturan ini mulai efektif pada November 1925 dan hingga saat ini masyarakat Turki menggunakan pakaian a-la Barat. Sampai saat ini pemakaian jas sudah menjadi ciri umum dari masyarakat Turki. Sedangkan pemakaian topi menghilang bersamaan dengan menghilangnya kebiasaan memakai topi itu pada masyarakat Eropa.

Mustafa Kemal juga mengkritik pemakaian jilbab oleh wanita-wanita Turki, tapi semasa hidupnya tidak ada undang-undang yang secara tegas melarang pemakaian jilbab tersebut. Pelarangan jilbab secara konstitusional baru terjadi pada tahun 1998, sebagai reaksi militer atas munculnya fenomena kesadaran yang tinggi dari muslimah-muslimah Turki dalam menggunakan jilbab dan juga reaksi atas kemenangan Partai Islam Refah pada pemilu tahun 1995.

Selain reformasi agama, reformasi yang paling penting dari rezim Kemalis adalah reformasi bahasa. Tulisan Arab diganti dengan tulisan Latin, berdasarkan undang-undang yang diputuskan oleh Dewan Nasional Agung pada 3 Novemeber 1928. Tujuan reformasi bahasa adalah membebaskan bahasa Turki dari ‘belenggu’ bahasa asing. Penekanannya adalah pemurnian bahasa Turki dari bahasa Arab dan Persi. Mustafa Kemal mengadakan kunjungan di banyak tempat untuk mengajar secara langsung tulisan baru pada rakyat Turki.

Reformasi bahasa ini memberi sumbangan yang berharga bagi perkembangan linguistik bahasa Turki saat ini. Penelitian yang mendalam terhadap akar bahasa dan struktur bahasa Turki membuktikan bahwa bahasa Turki termasuk kelompok bahasa Altay, yaitu bahasa-bahasa yang dipergunakan bangsa-bangsa yang mendiami wilayah yang membentang dari Finlandia hingga Manchuria. Dari segi gramatikal, bahasa Turki termasuk bahasa aglutinatif, yaitu bahasa berimbuhan. Struktur sintaksis memperlihatkan pola Objek-Predikat, dimana Predikat selalu berada di akhir kalimat. Ciri-ciri struktural bahasa Turki memperlihatkan perbedaannya yang jelas dengan bahasa Arab.

Komite ahli hukum mengambil Undang-Undang sipil Swiss untuk memenuhi keperluan hukum di Turki menggantikan Undang-Undang Syariah, berdasarkan keputusan Dewan Nasional agung tanggal 17 februari 1926. Undang-Undang Sipil yang mulai diberlakukan pada tanggal 4 Oktober 1926 ini antara lain tentang: menerapkan monogami; melarang poligami dan memberikan persamaan hak antara pria dan wanita dalam memutuskan perkimpoian dan perceraian. Sebagai konsekuensi dari persaman hak dan kewajiban ini hukum waris berdasarkan Islam dihapuskan. Selain itu undang-undang sipil juga memberi kebebasan bagi perkimpoian antar agama.

Pada I Januari 1935, pemerintah mengharuskan pemakaian nama keluarga bagi setiap orang Turki dan melarang pemakaian gelar-gelar yang biasa dipakai pada masa Turki Usmani. Mustafa Kemal menambahkan nama Ataturk, yang berarti Bapak Bangsa Turki, sebagai nama keluarga. Pada tahun 1935 sistem kalender hijriyah diganti dengan sistem kalender masehi; hari Minggu dijadikan sebagai hari libur menggantikan hari libur sebelumnya yaitu hari Jumat.

Tentang sekularisasi dan modernisasi di Turki pada masa Rezim Kemalis seperti diuraikan di atas, Bryan S. Turner, seorang guru besar sosiologi di Universitas Flinders (Australia Selatan), menyimpulkan bahwa sekularisme tersebut merupakan suatu bentuk pemaksaan dari pemerintah rezim, bukanlah sekularisasi yang tumbuh sebagai suatu konsekuensi dari proses modernisasi seperti di negara-negara Eropa. Selain itu sekularisasi di Turki pada saat itu merupakan peniruan secara sadar pola tingkah laku masyarakat Eropa yang dianggap modern dan lebih maju (1984:318). Bagi kemalis, manusia Turki baru tidak saja harus berpikiran rasional seperti orang-orang Eropa, tetapi juga harus meniru tatacara berperrilaku dan berpakaian seperti mereka.

No comments:

Post a Comment