Wednesday 15 May 2013

Langkah-Langkah Dalam Meneliti Sejarah

1.Heuristik
Heuristik berasal dari kata Yunani,
heuriskein, artinya menemukan. Heuristik, maksudnya adalah tahap untuk mencari, menemukan, dan mengumpulkan sumber- sumber berbagai data agar dapat mengetahui segala bentuk peristiwa atau
kejadian sejarah masa lampau yang
relevan dengan topik/judul penelitian.

Untuk melacak sumber tersebut, sejarawan harus dapat mencari di berbagai dokumen baik melalui metode kepustakaan atau arsip nasional.

Sejarawan dapat juga
mengunjungi situs sejarah atau melakukan wawancara untuk melengkapi data sehingga diperoleh data yang baik dan lengkap, serta dapat menunjang terwujudnya sejarah yang mendekati
kebenaran. 

Masa lampau yang begitu
banyak periode dan banyak bagian-
bagiannya (seperti politik, ekonomi, sosial, dan budaya) memiliki sumber data yang juga beraneka ragam sehingga perlu adanya klasifikasi data dari banyaknya sumber tersebut.
Dokumen-dokumen yang berhasil dihimpun merupakan data yang sangat berharga.
Dokumen dapat menjadi dasar untuk
menelusuri peristiwa-peristiwa sejarah yang telah terjadi pada masa lampau.

Menurut sifatnya ada dua,
yaitu : 
sumber primer dan sumber sekunder.

1. Sumber primer adalah sumber yang
dibuat pada saat peristiwa terjadi,
seperti dokumen laporan kolonial.
Sumber primer dibuat oleh tangan
pertama.

2. sumber sekunder merupakan sumber
yang menggunakan sumber primer
sebagai sumber utamanya. Jadi, dibuat oleh tangan atau pihak
kedua.
Contohnya, buku, skripsi, dan tesis.

Jika kita mendapatkan sumber
tertulis, kita akan mendapatkan
sumber tertulis sezaman dan
setempat yang memiliki kadar
kebenaran yang relatif tinggi, serta
sumber tertulis tidak sezaman dan
tidak setempat yang memerlukan
kejelian para penelitinya. 

Dari sumber yang ditemukan itu,
sejarawan melakukan penelitian.
Tanpa adanya sumber sejarah, sejarawan akan mengalami kesulitan menemukan jejak-jejak sejarah dalam kehidupan manusia. Untuk sumber lisan, pemilihan sumber didasarkan pada pelaku atau saksi 
mata suatu kejadian. 

Narasumber lisan
yang hanya mendengar atau tidak hidup sezaman dengan peristiwa tidak bisa dijadikan narasumber lisan.

2.Verifikasi
Verifikasi adalah penilaian terhadap
sumber-sumber sejarah. 
Verifikasi dalam sejarah memiliki arti pemeriksaan terhadap kebenaran laporan tentang suatu peristiwa
sejarah.

Penilaian terhadap sumber-sumber sejarah menyangkut aspek ekstern dan intern.

1. Aspek ekstern mempersoalkan apakah sumber itu asli atau palsu sehingga sejarawan harus mampu menguji tentang keakuratan dokumen sejarah tersebut, misalnya, waktu pembuatan dokumen, bahan, atau materi dokumen.

2. Aspek intern mempersoalkan apakah isi yang terdapat dalam sumber itu dapat memberikan informasi yang diperlukan. 
Dalam hal ini,aspek intern
berupa proses analisis terhadap suatu dokumen.

Aspek ekstern harus dapat menjawab
pertanyaan-pertanyaan berikut:

a.Apakah sumber itu merupakan sumber yang dikehendaki (autentitas)?

b.Apakah sumber itu asli atau turunan
(orisinalitas)?

c.Apakah sumber itu masih utuh atau sudah diubah (soal integritas)?

Setelah ada kepastian bahwa sumber itu merupakan sumber yang benar diperlukan dalam bentuk asli dan masih utuh, maka dilakukan kritik intern.

Kritik intern dilakukan untuk membuktikan bahwa informasi yang terkandung di dalam sumber itu dapat dipercaya, dengan
penilaian intrinsik terhadap sumber dan dengan membandingkan kesaksian- kesaksian berbagai sumber.

Langkah pertama dalam penilain intrinsik adalah menentukan sifat sumber itu (apakah resmi/formal atau tidak resmi/ informal). 
Dalam penelitian sejarah,
sumber tidak resmi/informal dinilai lebih berharga daripada sumber resmi sebab sumber tidak resmi bukan dimaksudkan untuk dibaca orang banyak (untuk kalangan
bebas) sehingga isinya bersifat apa adanya, terus terang, tidak banyak yang disembunyikan, dan objektif.

Langkah kedua dalam penilaian intrinsik adalah menyoroti penulis sumber tersebut sebab dia yang memberikan informasi yang
dibutuhkan. 
Pembuatan sumber harus
dipastikan bahwa kesaksiannya dapat
dipercaya. Untuk itu, harus mampu
memberikan kesaksian yang benar dan harus dapat menjelaskan mengapa ia. menutupi (merahasiakan) suatu peristiwa, atau sebaliknya melebih-lebihkan karena ia
berkepentingan di dalamnya.

Langkah ketiga dalam penilaian intrinsik adalah membandingkan kesaksian dari berbagai sumber dengan menjajarkan kesaksian para saksi yang tidak berhubungan satu dan yang lain (independent witness) sehingga informasi yang diperoleh objektif.

Contohnya adalah terjadinya peristiwa Serangan Umum 1
Maret 1949 di Yogyakarta.
Sumber-sumber yang diakui
kebenarannya lewat verifikasi atau
kritik, baik intern maupun ekstern,
menjadi fakta. 

Fakta adalah keterangan tentang sumber yang dianggap benar oleh sejarawan atau peneliti sejarah.
Fakta bisa saja diartikan sebagai sumber-sumber yang terpilih.

3.Interpretasi
Interpretasi adalah menafsirkan fakta sejarah dan merangkai fakta tersebut menjadi satu kesatuan yang harmonis dan masuk akal.

Interpretasi dalam sejarah
dapat juga diartikan sebagai penafsiran suatu peristiwa atau memberikan pandangan teoritis terhadap suatu peristiwa.

Sejarah sebagai suatu peristiwa dapat diungkap kembali oleh para sejarawan melalui berbagai sumber, baik berbentuk data, dokumen perpustakaan, buku, berkunjung ke situs-situs sejarah atau wawancara, sehingga dapat terkumpul dan
mendukung dalam proses interpretasi.

Dengan demikian, setelah kritik selesai maka langkah berikutnya adalah melakukan interpretasi atau penafsiran dan analisis terhadap data yang diperoleh dari berbagai
sumber.

Interpretasi dalam sejarah adalah
penafsiran terhadap suatu peristiwa,
fakta sejarah, dan merangkai suatu
fakta dalam kesatuan
yang masuk akal. 

Penafsiran fakta harus bersifat
logis terhadap keseluruhan konteks
peristiwa sehingga berbagai fakta
yang lepas satu sama lainnya dapat
disusun dan dihubungkan menjadi
satu kesatuan yang masuk akal.
Bagi kalangan akademis, agar dapat
menginterpretasi fakta dengan kejelasan yang objektif, harus dihindari penafsiran yang semena-mena karena biasanya cenderung bersifat subjektif. 

Selain itu, interpretasi harus bersifat deskriptif sehingga para akademisi juga dituntut untuk mencari landasan interpretasi yang mereka gunakan.

Proses interpretasi juga harus bersifat selektif sebab tidak mungkin semua fakta dimasukkan ke dalam cerita sejarah, sehingga harus dipilih yang relevan denganbtopik yang ada dan mendukung kebenaran sejarah.

4.Historiografi
Historiografi adalah penulisan sejarah.

Historiografi merupakan tahap terakhir dari kegiatan penelitian untuk penulisan sejarah. 

Menulis kisah sejarah bukanlah
sekadar menyusun dan merangkai fakta-fakta hasil penelitian, melainkan juga menyampaikan suatu pikiran melalui interpretasi sejarah berdasarkan fakta hasil penelitian. Untuk itu, menulis sejarah
memerlukan kecakapan dan kemahiran.

Historiografi merupakan rekaman tentang segala sesuatu yang dicatat sebagai bahan pelajaran tentang perilaku yang baik.
Sesudah menentukan judul, mengumpulkan bahan-bahan atau sumber serta melakukan
kritik dan seleksi, maka mulailah
menuliskan kisah sejarah.

Ada tiga bentuk penulisan sejarah
berdasarkan ruang dan waktu.
a.Penulisan sejarah tradisional
Kebanyakan karya ini kuat dalam hal
genealogi, tetapi tidak kuat dalam hal
kronologi dan detail biografis.
Tekanannya penggunaan sejarah sebagai bahanbpengajaran agama. Adanya kingship
(konsep mengenai raja), pertimbangan
kosmologis, & antropologis lebih
diutamakan daripada keterangan dari
sebab akibat.

b.Penulisan sejarah kolonial
Penulisan ini memiliki ciri
nederlandosentris (eropasentris),
tekanannya pada aspek politik dan ekonomivserta bersifat institusional.

c.Penulisan sejarah nasional
Penulisannya menggunakan metode ilmiah secara terampil dan bertujuan untuk kepentingan nasionalisme.

No comments:

Post a Comment